Jakarta, TELUSUR BISNIS – Banyak pihak yang merasa terkejut saat mendengar pernyataan ekonom senior Bambang Brodjonegoro, bahwa salah satu penyebab jatuhnya tingkat ekonomi kelas menengah adalah konsumsi air kemasan, seperti air galon dan botol.
Meski terdengar sepele, kebiasaan ini ternyata memiliki dampak besar terhadap ekonomi keluarga.
Bambang Brodjonegoro menjelaskan bahwa selama ini masyarakat kelas menengah secara tidak sadar telah menggerus pendapatan mereka dengan kebiasaan sehari-hari, salah satunya adalah ketergantungan terhadap air kemasan.
Di berbagai negara maju, masyarakat tidak perlu mengeluarkan uang untuk air minum karena adanya fasilitas air minum gratis di tempat-tempat umum yang disediakan oleh pemerintah.
Namun, di Indonesia, gaya hidup yang mengandalkan air galon atau botol telah menjadi beban ekonomi yang tidak disadari oleh banyak orang.
“Selama ini secara tidak sadar itu sudah menggerus income kita secara lumayan dengan style kita yang mengandalkan semua kepada air galon, air botol, dan segala macamnya,” ujar Bambang saat memberikan pandangan di kantor Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) baru-baru ini.
Meski demikian, Bambang menegaskan bahwa kebutuhan air minum hanyalah salah satu faktor dari sekian banyak penyebab turunnya tingkat ekonomi kelas menengah.
Penyebab utama, menurutnya, adalah pandemi Covid-19 yang melanda dunia selama dua tahun terakhir. Pandemi ini menyebabkan banyak kelas menengah kehilangan pekerjaan atau mengalami kebangkrutan bisnis, yang tentunya mempengaruhi daya beli mereka.
“Jangan lupa loh Covid itu terjadi 2 tahun dan yang terjadi pada waktu itu ada kelas menengah yang kehilangan pekerjaan dan kelas menengah yang bisnisnya berhenti atau bangkrut,” ungkap Bambang.
Setelah pandemi mereda, kelas menengah kembali dihantam oleh tantangan ekonomi lainnya, seperti kenaikan suku bunga yang tinggi. Hal ini semakin memperburuk kondisi ekonomi mereka, karena kenaikan suku bunga turut mempengaruhi nilai tukar dan membuat harga barang-barang kebutuhan semakin mahal.
Tak berhenti di situ, upaya kelas menengah untuk bangkit dari dampak pandemi juga terganjal oleh kenaikan harga beras akibat efek El Nino. Meskipun inflasi secara umum masih stabil, kenaikan harga beras ini telah menurunkan daya beli kelas menengah.
“Kombinasi itulah yang membuat sebagian kelas menengah itu turun ke aspiring middle class,” kata Bambang, merujuk pada kelompok masyarakat yang berjuang untuk mempertahankan status ekonomi mereka. (*)