TELUSURBISNIS.COM – Rupiah kembali tertekan oleh dolar Amerika Serikat (AS) dalam penutupan perdagangan akhir pekan ini, Jumat (13/12/2024). Pelemahan mata uang Garuda ini terjadi di tengah sentimen global yang diwarnai data inflasi AS periode November 2024 yang menunjukkan hasil beragam.
Dolar AS Menekan Rupiah Hingga Rp15.990
Menurut data Refinitiv, nilai tukar rupiah ditutup melemah 0,44%, berada di level Rp15.990 per dolar AS. Sepanjang hari, rupiah berfluktuasi tajam dengan menyentuh level terendah Rp16.000 per dolar AS dan terkuat di Rp15.945 per dolar AS. Pelemahan hari ini adalah yang terdalam sejak 7 Agustus 2024, ketika nilai tukar mencapai Rp16.030 per dolar AS.
Secara mingguan, rupiah juga mencatat penurunan sebesar 0,92% dari posisi pekan lalu di Rp15.845 per dolar AS. Tren ini mencerminkan tekanan signifikan yang dihadapi mata uang Indonesia di tengah dinamika pasar global.
Indeks Dolar AS Menguat, Menjadi Penekan Utama
Penguatan indeks dolar AS (DXY) menjadi salah satu faktor utama yang menekan rupiah. Pada pukul 15.00 WIB, DXY tercatat naik 0,16% ke level 107,13. Indeks ini mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama dunia.
Selain itu, laporan Indeks Harga Produsen (IHP) AS turut memberikan tekanan tambahan. Data IHP menunjukkan pertumbuhan sebesar 3% secara tahunan (yoy) pada November, lebih tinggi dibandingkan 2,6% pada Oktober dan melampaui ekspektasi pasar yang sebesar 2,6%. Secara bulanan (mtm), IHP juga meningkat 0,4%, naik dari 0,3% bulan sebelumnya dan lebih tinggi dari konsensus pasar sebesar 0,2%.
Data IHP yang lebih tinggi dari perkiraan ini memunculkan kekhawatiran bahwa tekanan harga dari sisi produsen di AS masih kuat. Hal ini membuat pasar meragukan arah kebijakan suku bunga Federal Reserve (The Fed) ke depan.
Inflasi Konsumen Stabil, Tapi Belum Meredakan Kekhawatiran
Di sisi lain, inflasi konsumen atau Indeks Harga Konsumen (IHK) AS mencatat pertumbuhan yang lebih stabil pada periode yang sama. IHK tumbuh 2,7% secara tahunan dan 0,3% secara bulanan, sesuai dengan ekspektasi pasar. Sementara itu, inflasi inti—yang tidak mencakup harga pangan dan energi—bertahan di level 3,3% secara tahunan dan 0,3% secara bulanan, sama seperti bulan sebelumnya.
Meskipun data IHK lebih stabil, kombinasi dengan data IHP yang lebih tinggi justru menciptakan ketidakpastian di pasar terkait kebijakan moneter The Fed. Sebagian besar pelaku pasar masih optimistis bahwa The Fed akan melanjutkan pemangkasan suku bunga pada pertemuan mendatang. Namun, ekspektasi ini belum cukup untuk menguatkan mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.
Sentimen Global Mendorong Pelarian ke Aset Safe Haven
Tekanan dari sentimen global membuat investor lebih memilih aset safe haven seperti dolar AS. Hal ini semakin memicu pelemahan rupiah, yang ditutup di level hampir Rp16.000 per dolar AS. Kondisi ini juga mencerminkan tren yang dialami oleh mayoritas mata uang di kawasan Asia.
Mata uang negara-negara Asia lainnya turut melemah akibat sentimen global, terutama data inflasi AS yang memicu ketidakpastian pasar. Beberapa mata uang seperti yuan China dan won Korea Selatan juga mencatat penurunan signifikan.
Prospek Rupiah: Menunggu Keputusan The Fed
Dengan sentimen global yang didominasi ketidakpastian, pergerakan rupiah diperkirakan akan tetap fluktuatif hingga pertemuan The Fed minggu depan memberikan kejelasan arah kebijakan moneter. Keputusan ini akan menjadi indikator utama bagi pelaku pasar untuk menentukan strategi mereka terhadap mata uang negara berkembang.
Sementara itu, Bank Indonesia kemungkinan akan terus memantau situasi dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar. Langkah ini penting untuk mencegah pelemahan lebih lanjut yang dapat memengaruhi perekonomian domestik secara keseluruhan.
Pelemahan Rupiah: Waspada Dampak Ekonomi
Pelemahan rupiah tidak hanya berdampak pada pasar keuangan, tetapi juga sektor ekonomi lainnya. Harga barang impor berpotensi meningkat, yang dapat memicu inflasi di dalam negeri. Selain itu, biaya utang luar negeri pemerintah dan swasta juga akan naik, sehingga memengaruhi anggaran nasional.
Dalam jangka pendek, pemerintah dan Bank Indonesia diharapkan dapat bekerja sama untuk menjaga stabilitas ekonomi. Langkah-langkah seperti intervensi pasar valas dan kebijakan moneter yang adaptif mungkin diperlukan untuk meredam tekanan terhadap rupiah.
Kesimpulan: Tantangan dan Harapan di Tengah Ketidakpastian
Tekanan terhadap rupiah yang dipicu oleh penguatan dolar AS dan data inflasi AS menunjukkan betapa eratnya hubungan antara kondisi ekonomi global dengan stabilitas nilai tukar domestik. Meskipun tantangan ini signifikan, terdapat harapan bahwa kebijakan yang tepat dapat membantu menjaga stabilitas ekonomi Indonesia di tengah gejolak pasar internasional. Pelaku pasar dan masyarakat diharapkan tetap waspada terhadap perkembangan ini sambil menunggu kejelasan dari keputusan The Fed.