Karawang, TELUSURBISNIS.COM – Rencana Pemerintah Daerah Karawang melalui Satpol PP untuk menertibkan para pedagang di area Stadion Singaperbangsa akhirnya dijadwalkan ulang. Penertiban yang sebelumnya dikabarkan akan segera dilakukan, dipastikan batal dalam waktu dekat.
Langkah ini disambut positif oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Cakra Indonesia, yang sejak awal mendampingi para pedagang.
“Sejak menerima pengaduan dari para pedagang, kami tidak langsung mengiyakan atau membenarkan. LBH Cakra memilih pendekatan yang utuh dan menyeluruh. Kami gali dulu bagaimana awal mula mereka bisa berdagang di sana,” ujar Joko Arisyanto, Direktur Advokasi LBH Cakra, Kamis 26 Juni 2025.
Menurut Joko, pihaknya juga menelusuri apakah ada pungutan, menghimpun data, dan menyurati instansi pemerintah. Tujuannya bukan untuk memperpanjang masalah, tapi mencari solusi yang bisa meminimalisir dampak sosial dan ekonomi bagi kedua belah pihak.
“Apapun ceritanya, para pedagang sudah menempati lokasi itu lebih dari setahun, dan itu tidak gratis. Ini bukan urusan semalam. Selama itu pula, Pemda tahu kondisi lapangan. Apalagi saat ini kita dalam situasi krisis ekonomi—daya beli turun, penjualan sepi, para pedagang hanya berharap bisa bertahan hidup. Dapat untung Rp 20 ribu sampai Rp 50 ribu sehari saja, mereka sudah bersyukur,” jelasnya.
Ia menekankan bahwa aktivitas berdagang adalah bentuk ikhtiar dan perjuangan untuk tetap bertahan, dibandingkan hanya berdiam diri di rumah tanpa penghasilan.
LBH Cakra juga tidak menutup mata bahwa kondisi fisik Stadion Singaperbangsa memang sudah tidak representatif. Namun menurut Joko, justru inilah momen yang tepat bagi Pemkab Karawang menunjukkan visi besar.
“Kalau pemerintah punya semangat dan kepiawaian, pindahkan stadion utama ke kawasan industri atau wilayah yang lebih representatif. Masa Bekasi saja bisa membangun Stadion Wibawa Mukti berkelas internasional, Karawang yang katanya kaya raya, malah tak bisa?” sindir Joko.
Sementara itu, Dede Nurdin, Direktur Litbang LBH Cakra menambahkan, dari hasil dialog dengan para pedagang, bisa disimpulkan bahwa mereka tidak menolak pembangunan atau penataan kota.
“Mereka hanya ingin diberi waktu berdagang sampai proyek benar-benar dimulai. Setidaknya beri kesempatan beberapa bulan untuk mengumpulkan modal, membongkar sendiri lapaknya, dan jika memungkinkan, membangun kembali di lokasi lain. Akan lebih baik lagi kalau Pemda juga memikirkan soal relokasi,” tutur Dede.
Dede menegaskan, para pedagang bukanlah pengusaha besar. Mereka adalah pelaku ekonomi kecil yang semestinya mendapat perhatian, bahkan pembinaan dari pemerintah.
“Kami sangat berharap Bupati Karawang mau membuka ruang dialog. Karena para pedagang di Stadion adalah bagian dari rakyat Karawang juga. Hari ini mungkin mereka belum tersentuh bantuan modal usaha, tapi setidaknya jangan dihancurkan penghidupan dan masa depannya.”
Di tengah ekonomi yang tak kunjung membaik, lanjutnya, para pedagang punya tanggung jawab untuk menafkahi keluarga dan menyekolahkan anak-anak mereka.
“Mereka ingin mengadu. Tapi selain kepada Tuhan, ke mana lagi mereka bisa berharap? Ayo buka pintu dialog. Kepemimpinan modern butuh lebih banyak mendengar sebelum mengeksekusi. Jangan sampai pemerintahan justru bersikap feodal—merasa ucapannya adalah kebenaran mutlak seperti sabda Tuhan,” ucap Dede.
“Kami juga sudah melakukan pertemuan dengan Satpol PP Karawang yang diwakili oleh pak Adi, selaku Sekretaris dan Pak Hamzah, Kabid Trantibum. Hasil pertemuan adalah Satpol PP menghormati proses yang masih berjalan yaitu surat kita kepada DPRD,” tutup Dede. ***