TELUSURBISNIS.COM – Rupiah terus mengalami tekanan hingga memicu pertanyaan besar: sampai kapan mata uang Indonesia ini akan kembali stabil? Dalam pernyataannya, Bank Indonesia (BI) menilai bahwa pelemahan nilai tukar ini bersifat sementara, meskipun pelaku pasar global tengah menghadapi ketidakpastian yang tinggi. Untuk memahami lebih dalam, berikut adalah faktor utama yang memengaruhi pergerakan rupiah dan respons BI.
Faktor Global: Transisi Kekuasaan di Amerika Serikat
Salah satu penyebab utama melemahnya rupiah adalah ketidakpastian global terkait transisi kepemimpinan di Amerika Serikat (AS). Direktur Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia, Fitra Jusdiman, menjelaskan bahwa pasar keuangan saat ini tengah menunggu kebijakan riil dari Presiden terpilih AS, Donald Trump, yang akan resmi menjabat pada Januari mendatang. “Dalam waktu dekat, kita menunggu bagaimana kebijakan yang akan diterapkan oleh Trump, khususnya terkait kebijakan moneter dan perdagangan,” ungkap Fitra kepada CNBC Indonesia pada Kamis (19/12/2024).
Pergerakan Rupiah dalam Angka
Berdasarkan data Refinitiv, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dibuka melemah 0,28% pada level Rp16.130/US$ pada Kamis pagi (19/12/2024). Tidak lama berselang, rupiah terus tertekan hingga mencapai Rp16.200/US$. Bahkan, pada pukul 09.35 WIB, pelemahan semakin dalam hingga menyentuh angka Rp16.245/US$. Di sisi lain, indeks dolar AS (DXY) yang menjadi acuan kekuatan dolar juga mengalami kenaikan tipis sebesar 0,01% ke level 108,04.
Ekspektasi Kebijakan The Fed dan Dampaknya pada Rupiah
Pelemahan rupiah juga dipengaruhi oleh perubahan ekspektasi terkait kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed). Global Markets Economist Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, menyoroti bahwa ekspektasi pasar yang sebelumnya memperkirakan penurunan suku bunga The Fed sebesar 100 basis poin kini direvisi menjadi hanya 50 basis poin. “Ini membuat rupiah melemah karena harapan pasar terhadap pelonggaran moneter The Fed tidak sebesar yang diantisipasi sebelumnya,” ujar Myrdal.
Analisis Para Ekonom tentang Pelemahan Rupiah
Menurut Head of Treasury & Financial Institution Bank Mega, Ralph Birger Poetiray, pelemahan rupiah masih dalam batas wajar. Hal ini disebabkan oleh sikap The Fed yang tidak terlalu agresif (hawkish) dalam menurunkan suku bunga acuan tahun depan. “Pasar merespons ini dengan mengalihkan investasi ke aset-aset aman, sehingga tekanan pada mata uang negara berkembang, termasuk rupiah, meningkat,” jelas Ralph.
Sementara itu, Ekonom Senior KB Valbury Sekuritas, Fikri Permana, mengungkapkan bahwa kekhawatiran pasar juga dipicu oleh kebijakan tarif Trump yang dinilai dapat memperburuk fragmentasi ekonomi global. “Investor global cenderung mengambil langkah aman dengan memindahkan modal mereka ke negara-negara yang dianggap lebih stabil. Hal ini menyebabkan terjadinya capital outflow dari Indonesia,” papar Fikri.
Strategi Bank Indonesia dalam Menjaga Stabilitas Rupiah
Dalam menghadapi tekanan ini, Bank Indonesia terus berupaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah melalui intervensi pasar. Langkah-langkah yang dilakukan antara lain:
- Intervensi di Pasar Valuta Asing dan Surat Berharga Negara (SBN): BI aktif membeli SBN di pasar sekunder untuk menstabilkan volatilitas nilai tukar.
- Meningkatkan Likuiditas Pasar: Melalui kebijakan moneter yang akomodatif, BI memastikan ketersediaan likuiditas yang cukup di pasar.
- Komunikasi dengan Pelaku Pasar: BI terus memberikan panduan yang jelas kepada pelaku pasar untuk menjaga kepercayaan terhadap kebijakan ekonomi nasional.
Apa yang Bisa Dilakukan oleh Pelaku Usaha dan Investor?
Dalam situasi ini, pelaku usaha dan investor disarankan untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan keuangan. Diversifikasi portofolio dan pengelolaan risiko menjadi langkah penting untuk menghadapi ketidakpastian pasar.
Selain itu, pelaku usaha juga dapat memanfaatkan program pembiayaan yang ditawarkan oleh pemerintah dan lembaga keuangan untuk menjaga stabilitas operasional mereka di tengah tekanan ekonomi.
Kesimpulan: Optimisme dalam Ketidakpastian
Meskipun nilai tukar rupiah saat ini sedang tertekan, Bank Indonesia optimistis bahwa situasi ini hanya bersifat sementara. Dengan langkah-langkah strategis yang dilakukan, diharapkan rupiah akan kembali stabil dalam waktu dekat. Namun, pelaku pasar tetap perlu mewaspadai dinamika global, khususnya kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah AS di bawah kepemimpinan Donald Trump.
Pelemahan rupiah ini menjadi pengingat bahwa ketergantungan pada kondisi global harus diimbangi dengan kebijakan domestik yang kuat. Dalam menghadapi ketidakpastian, kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat menjadi kunci untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia. (tsb)